Oleh F. Agustimahir
artikel ini telah diunggah di situs Yamanashi-kankou
aえ
'Michi no
Eki'. Jika diterjemahkan langsung ke dalam bahasa Indonesia, artinya 'Stasiun
Jalan'.
Rasanya
agak rancu jika saya harus menggunakan kata 'Stasiun Jalan' berhubung kita di
Indonesia tidak menggunakan istilah tersebut. Tapi sebagai gambaran, 'michi no
eki' itu mirip dengan 'rest area' atau tempat peristirahatan yang biasanya ada
di jalur jalan tol.
Tentunya di
Jepang juga ada tempat peristirahatan di jalur jalan tol. Namanya lazim disebut
'Service Area'. Nah, tempat peristirahatan di jalan raya disebut 'Michi no
Eki'.
Kedua tempat ini
mirip dari sisi peruntukkan, hanya saja untuk 'Michi no Eki' lebih menonjolkan
keunggulan atau daya tarik dari daerah tersebut. Selain itu, mereka pun
berupaya untuk menarik pengunjung supaya produk daerah lebih dikenal dan turut
membantu perekomian warga sekitar.
Salah satu michi
no eki terdekat dari tempat saya tinggal ada di daerah Kiyosato, namanya Michi
no Eki Kobuchizawa. Di tempat ini, ada Studio Lokakarya Spatio, sebagai salah
satu upaya yang mereka lakukan untuk menarik pengunjung adalah membuat berbagai
lokakarya, seperti membuat kerajinan perak, kerajinan flanel, manik-manik kaca,
membuat soba, membuat roti, dan lainnya.
Beberapa waktu
lalu saya dan kawan-kawan sengaja datang ke sana untuk belajar membuat soba.
Kami berangkat dengan menggunakan mobil dari Kofu. Kurang lebih kami
membutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk mencapainya.
Oh iya, soba ini
adalah salah satu nama tanaman dalam bahasa Jepang. Disebut sebagai 'buckwheat'
dalam bahasa Inggris atau 'gandum kuda' dalam bahasa Indonesia. Nama yang sama
digunakan untuk menyebut salah satu jenis mi yang terbuat dari tepung soba.
Meski disebut
gandum, tanaman ini tidak tergolong kedalam keluarga gandum. Konon disebut
demikian karena penggunaan biji tanaman ini serupa dengan penggunaan biji
gandum.
Kembali ke
pelajaran membuat soba. Setibanya di sana, kami
disambut oleh staf yang bertugas. Sembari diantar ke ruangan lokakarya, kami
pun diajak berkeliling sejenak. Suasanya begitu asri, seperti memasuki wilayah
pertokoan di tengah-tengah hutan. Di sini, selain dari tempat lokakarya, mereka
pun memiliki berbagai toko oleh-oleh, restoran soba, restoran itali, dan
lainnya.
Sang pengajar sudah menanti di ruangan
lokakarya. Bahan dan peralatan sudah tersedia. Untuk membuat soba kali ini,
kami menggunakan 80% tepung soba dan 20& tepung terigu. Tepung terigu ini
berguna sebagai unsur pengikat.
Kami diberitahu bahwa tepung soba yang
digunakan di tempat ini berasal dari kebun setempat. Bijinya dikeringkan dengan
cara alami, tidak menggunakan mesin. Menurut beliau, rasanya lebih kuat
dibandingkan yang dikeringkan oleh mesin.
Sang pengajar menjelaskan bahwa untuk
membat soba ada 10 tahapan yang harus dikerjakan. Yaitu, mencampur tepung
dengan air (mizu mawashi/水まわし), menguleni (kone/こね), 'membuat bunga seruni' (kikuneri/菊ねり),
'membuat pusar' (hesodashi/へそ出し), memipihkan adonan
dengan telapak tangan (tenoshi/手のし), menggiling adonan
hingga bulat (marudashi/丸出し), menggiling adonan hingga persegi (yotsudashi/四つ出し), memipihkan adonan (honnoshi/本のし), melipat
adonan (tatami/たたみ), dan yang terakhir memotong (kiru/切る).
Satu porsi soba menggunakan sekitar 100
gram tepung. Saat itu, kami ada berlima, jadi kami menggunakan 500 gram tepung
yang diolah di wadah yang sama pada dua tahap awal, tahap mencampur tepung
dengan air (mizu mawashi/水まわし) dan menguleni (kone/こね).
Menurut sang pengajar, dua tahap awal ini
adalah tahapan yang paling menentukan rasa dan konsistensi soba. Penting untuk
memperhatikan sebaran air pada campuran tepung, agar adonan tidak bubuk dan
tercerai-berai.
Saat memasuki tahap ketiga, tahap 'membuat
bunga seruni' (kikuneri/菊ねり), adonan dibagi menjadi dua
dan dikerjakan oleh dua regu. Masing-masing anggota regu mengerjakan semua
tahapan sisanya secara bergantian.
Sang pengajar mengajari kami dengan
telaten. Saat ada kesalahan sedikit saja, beliau langsung memperbaikinya. Bagi
saya, tahapan paling sulit adalah 'membuat bunga seruni' (kikuneri/菊ねり), 'membuat pusar' (hesodashi/へそ出し).
Terlihat mudah, namun saat dicoba, saya
sama sekali tidak bisa membuat bentuk adonan yang serupa dengan yang
dicontohkan!
Satu-persatu tahapan lain kami lakukan
sesuai dengan petunjuk dari pengajar. Termasuk tahapan memipihkan adonan
(honnoshi/本のし). Tahapan yang saya pikir mudah tapi
ternyata tidak. Buktinya, adonan saya sobek ketika gulungannya saya buka.
Tak terasa, kami telah memasuki tahap
terakhir. Memotong adonan soba. Dengan pisau di tangan kanan dan penahan kayu
di tangan kiri, saya pun mulai memotong soba. Untuk memotong soba, ada pisau
khusus yang besar serta kayu yang digunakan sebagai pembatas. Bentuk pisaunya
hampir seperti persegi. Adonan yang telah dilipat siap untuk dipotong.
Penahan kayu disimpan diatasnya, kemudian
dipotong sedikit demi sedikit. Penahan kayu tidak digeser oleh tangan kiri,
namun digeser perlahan oleh pisau yang dipegang di tangan kanan. Satu jam.
Kurang lebih itulah waktu yang kami habiskan untuk belajar membuat soba kali
ini.
Tak perlu menunggu lama, soba buatan kami
sudah siap untuk direbus dan disantap tentunya. Soba disajikan dengan kaki age
tempura, tofu, dan ditutup dengan kue jeli yang dibuat dari tepung soba.
Lucunya, karena dibuat oleh 5 orang, ukuran
soba tidak ada yang sama. Meski tidak berpengaruh pada rasa, hanya saja ada
sensasi tersendiri ketika memakan soba dengan ukuran lebar yang beragam.
Setelah selesai menyantap soba, saya
menyempatkan diri untuk mengelilingi Michi no Eki Kobuchizawa lagi. Saya
menemukan toko roti yang dibuat tanpa satupun bahan hewani. Semua komposisinya
dituliskan tepat di label harga.
Ketika saya tanyakan lebih jauh, ternyata
pihak toko bahkan awalnya ingin mengambil sertifikasi halal, hanya saja karena
adanya menu roti yang menggunakan minuman beralkohol sehingga tidak jadi
mengajukan.
Saya beli 3 buah roti, yang saya rasa
paling aman dari segi komposisinya. Semuanya enak.
Demikian yang bisa saya ceritakan kali ini,
bagi kawan-kawan yang berkunjung ke sekitar Kiyosato jangan lupa untuk mampir
ke Michi no Eki Kobuchizawa ya.
Michi no Eki Kobuchizawa
Yamanashi, Hokuto, Kobuchizawa machi 2968-1
Tel: 0551-36-3280
Fax: 0551-36-3282
<Akses>
Gunakan kereta hingga stasiun Kobuchizawa di Jalur JR
Chuo. Dilanjutkan dengan jalan kaki 30 menit atau taksi 5 menit.
<Situs web> https://mkobuchisawa.jp/
Studio Lokakarya Spatio(Daftar di
sini ya untuk belajar membuat soba)
Secara keseluruhan, ada 13 jenis pelatihan/kelas tersedia di sini.
Waktu pelatihan/kelas 10:00 - 16:00
Jam operasi 10:00 - 17:00
Telepon 0551-36-6121
<Situs
web>https://taiken.mkobuchisawa.jp/
Belajar membuat soba
Jam operasi
11:00 - 16:00(Daftar
terakhir jam 15:30)
※Belajar
membuat soba:
Tersedia
sejak 7 Mei 2019 (Selasa). Tutup
saat Sabtu Minggu dan hari libur lainnya.
Kelas
dibuka setiap satu jam pada jam 10:00 - 14:00 (Harus daftar terlebih dahulu)
Belajar
membuat soba dan makan di tempat
「Biaya
belajar membuat soba」
1-2 orang ¥4.800 ( karena menggunakan wadah
untuk 3 orang)
Di atas 3
orang ¥1.600 × jumlah orang
Waktu yang
dibutuhkan untuk belajar 1 jam + waktu untuk makan sekitar 30 menit
Jika
pelatihan dilakukan untuk regu dengan anggota di atas 10 orang, tersedia
tambahan pelatihan membuat tempura dengan total harga ¥2.400 per orang.
Bagi yang
berminta untuk belajar di sini, pastikan untuk memesan terlebih dahulu ya.
No comments:
Post a Comment