Paul Rusch Memorial Museum


oleh F. Agustimahir
artikel ini sudah pernah diunggah di situs Yamanashi-kankou

Apa ada yang pernah dengar nama 'Kiyosato'?

Kiyosato adalah nama daerah yang terletak di kota Hokuto, prefektur Yamanashi, Jepang. Daerahnya sejuk, terletak di ketinggian 1.400 mdpl. Kalau di Bandung, kurang lebih sama dengan Lembang.



 Saat ini, daerah ini terkenal sebagai salah satu penghasil susu sapi jenis Jersey ternama di Jepang dan sebagai tempat wisata dengan alam pegunungan.

Siapa sangka, daerah ini justru dulunya minim penduduk karena tidak bisa ditanami padi. Sebagai gambaran, pada hanya bisa tumbuh hingga ketinggian 1200 mdpl. Sehingga bisa dibilang saat itu daerah ini tidak diminati. Bahkan, konon katanya saking miskinnya penduduk di daerah sini, dulu para penduduk harus makan olahan kulit kayu sebagai pengganti beras.

Semua itu bisa berubah setelah Paul Rusch (1897-1979), seorang warga Amerika Serikat, datang ke Kiyosato. Berkat jasa-jasanya, beliau diberi gelar sebagai 'Bapak Kiyosato'.



Sebagai salah satu penghargaan terhadap Paul Rusch, didirikanlah Museum Memorial Paul Rusch di Kiyosato. Museum ini berdiri di lahan Yayasan KEEP, yayasan yang mengelola lahan peninggalan Paul Rusch. Untuk mempelajari kisah hidup beliau lebih jauh lagi, kami berkunjung ke museum tersebut. Lahannya sendiri sedari awal dimiliki oleh Pemerintah Prefektur Yamanashi dan dititipkan kepada Yayasan KEEP.




Kami menggunakan kereta dari stasiun Kofu menuju stasiun Kiyosato. Dari sana, kami melanjutkan perjalanan dengan menggunakan picnic bus. Picnic bus adalah bus wisata yang tersedia untuk menjangkau tempat-tempat wisata di sekitar stasiun Kiyosato.
Waktu tempuh dari stasiun Kiyosato ke KEEP hanya sekitar 5 menit saja. Setibanya di halte KEEP, kami langsung berjalan kaki menuju ke museum. Sebelum tiba di museum, kami melihat plang yang bertuliskan "The Paul Rusch Memorial Museum" dan "Japan American Football Hall of Fame". 



Begitu memasuki bangunan museum, pemandu sudah menanti kami. Di sana, saya melihat ada beberapa kostum rugby yang boleh dipakai untuk berfoto. Setelah ditanyakan pada pemandu, ternyata salah satu warisan lain yang ditinggalkan oleh Paul Rusch untuk Jepang adalah rugby. Dulu, beliau memperkanlkan rugby saat masih aktif sebagai salah satu pengajar di universitas di Jepang. Hal ini masih dikenang dengan adanya Paul Rusch Cup yang diberikan tiap tahun bagi pemain terbaik dalam liga rugby Jepang.

Kembali ke museum. Museum ini terdiri dari dua bangunan, satu bangunan baru yang dibangun khusus untuk museum dan satunya lagi adalah bangunan yang dulunya digunakan sebagai rumah tinggal Paul Rusch.

Di bagian awal museum, kita akan melihat sejarah awal ketibaan Paul Rusch di Jepang. Ada koper-koper besar dan koper-koper kecil milik Paul Rusch yang menarik perhatian saya. Koper-koper besar digunakan oleh beliau ketika pertama kali tiba di Jepang. Saat itu moda perjalanan yang tersedia hanya lewat laut. Barang yang bisa dibawa pun banyak jika dibandingkan dengan batas yang ditentukan pada pesawat terbang. Sedangkan koper-koper kecil adalah barang bawaan ketika moda pesawat terbang sudah tersedia.



Di sisi lain ada satu kotak yang menunjukkan barang-barang pribadi beliau. Yang menarik perhatian saya adalah kartu kredit American Express! Ternyata, beliau adalah salah satu dari sekian pemilik kartu kredit American Express di masa-masa kartu tersebut diterbitkan.



Ada juga pajangan traktor pertama yang dimiliki KEEP dengan merk John Deere. Traktor ini tidak dimusnahkan karena para pengurus ingin mengenang jasanya dalam pembukaan lahan ini untuk peternakan. Seperti sudah digambarkan sebelumnya, bahwa daerah ini dulunya minim penduduk dan miskin. Daerah serupa seperti ini saat itu banyak di Jepang. Paul Rusch berpendapat, jika beliau bisa memajukan daerah ini dan caranya tersebut bisa ditiru oleh daerah lain, maka beliau bisa membantu banyak orang. Peternakan adalah salah satu idenya. Saat itu beliau mendatangkan satu sapi jantan jenis Jersey untuk percobaan, sapi ini dipilih karena susunya bisa tetap diperah dalam cuaca dingin.



Saat itu beliau ditertawakan, karena membawa satu sapi jantan saja tanpa ada betina. Namun beliah tidak mengacuhkannya. Hal itu terbukti ketika sapi jantan berhasil beradaptasi, langkah berikutnya adalah mendatangkan 6 sapi betina. Semenjak saat itulah peternakan resmi dimulai. Dan setelah susunya mulai bisa diperah, daerah yang semula miskin ini justru merasakan kemewahan, yaitu susu sapi segar yang dibagikan secara cuma-cuma bagi para murid sekolah. Dalam masa-masa sulit setelah perang dunia II mendapatkan susu bubuk yang kurang bergizi saja sulit, para murid sekolah ini mendapatkan kemewahan susu sapi segar setiap hari.

Saat ini, meski Yamanashi bukan yang terdepan (lagi) dalam peternakan sapi Jersey, tapi jika melihat silsilah sapi Jersey di peternakan di Jepang, hampir semua berasal dari Kiyosato. Itu artinya, ide Paul Rusch telah berhasil, daerah-daerah lain telah meniru caranya.

Puas melihat-lihat bangunan pertama, kami pun beranjak ke bangunan yang kedua. Rumah ini didirikan dengan menggunakan dana hibah patungan yang didapatkan beliau dari para pendonor di Amerika Serikat. Salah satunya adalah suami istri pemilik perusahaan John Deere. Jika dilihat dari atas, bangunan ini berbentuk salib. Ya, Paul Rusch pun pernah bekerja sebagai misionaris untuk Gereja Anglikan Jepang.



Kami disambut dengan ruang tamu yang begitu hangat. Kursi dan sofa yang disusun melingkar, dipenuhi banyak hiasan, dan dilengkapi dengan tungku perapian. Lampu gantung yang digunakan katanya dulu merupakan kereta salju. Di tempat ini Paul Rusch biasa berbincang dengan para rekannya. Tambahan, ruang tamu ini biasanya tidak terbuka untuk umum, jika ingin masuk ke ruangan ini, pastikan saat masuk ke museum ini, pesan juga supaya diiringi dengan pemandu, tidak mahal kok. Tinggal tambah 200 yen/orang dari harga tiket masuk.



Selanjutnya kami memasuki ruangan kerja Paul Rusch. Ruangan yang klasik. Di mejanya masih tersimpan asbak yang besar. Katanya, cerutu tidak pernah berhenti mengebulkan asap selama beliau bekerja. Ya, Paul Rusch memang perokok berat. Beliau pun suka minum whiski. Dua hal ini yang katanya terkadang membuat beliau terkadang tidak cocok dengan kawan-kawan di Gereja Anglikan.



Terakhir, kami berkunjung ke kamar tidurnya. Ini adalah ruangan kesukaan beliau. Tempat dimana beliau bisa memandangi Gunung Fuji sepuasnya. Sayang, saat kami berkunjung ke sana cuaca sedang mendung. Gunung Fuji adalah salah satu alasan kenapa Paul Rusch memilih Kiyosato. Supaya bisa melihat gunung tertinggi di Jepang setiap hari. Di kamar ini juga kami melihat buku serta prakarya buatan anak TK setempat di masa-masa terakhir hidupnya. Paul Rusch tidak menikah hingga akhir hayatnya. Tidak memiliki anak biologis. Satu-satunya anak (berkewarganegaraan Jepang) yang diangkatnya tidak bisa tercatat secara hukum karena alasan hukum Jepang saat itu. Naasnya, anak tersebut pun meninggal lebih awal darinya.




Di Kiyosato ini Paul Rusch membuat peternakan, sekolah kejuruan, layanan kesehatan, taman kanak-kanak dan lainnya. Sebagian besar pendanaan ini didapatkan dari para pendonor di Amerika. Beliau telah ada di Kiyosato sebelum perang dunia kedua pecah. Saking cintanya, beliau sempat menolak untuk dipulangkan ketika perang berlangsung, meski akhirnya beliau pulang karena dipaksa. Di sini juga beliau memulai tahap rekonsiliasi setelah perang selesai.

(Gambar diperoleh dari Yayasan KEEP)

Dari Paul Rusch saya belajar bahwa kita bisa berguna bagi sesama, dan menderma sepanjang hayat sesuai dengan kemampuan dan niatan kita.

Terakhir, sebelum pulang saya menyempatkan diri untuk menikmati soft cream yang dibuat dari susu Jersey tentunya. Rasanya masih sama seperti dulu, rasa krimnya kuat, dan manisnya pas. Enak disantap sambil menikmati indahnya alam pegunungan Kiyosato.



Museum Memorial Paul Rusch
Yayasan KEEP公益財団法人キープ協会
408-0301 Yamanashi, Hokuto, Takanecho, Kiyosato 3545
TEL:0551-48-5330 
http://www.keep.or.jp/place_event/paulrusch/

Jam buka      : 10:0017:00 (Jam terakhir masuk museum 16:30)
Hari libur       :  Tidak ada (Namun pada November - Maret museum tutup setiap Rabu dan
                        Kamis) 
Tiket masuk  :  Dewasa  500 yen  Murid SD-SMP 200
                        Ada potongan biaya jika kunjungan beregu di atas 20 orang.
Akses            : 5 menit menggunakan Kiyosato picnic bus dari stasiun Kiyosato.  Turun di 
                        halte 'Seisenryo (清泉寮).
           Jalan kaki 5 menit dari halte bis
           https://www.kiyosato.gr.jp/sougou/bus.html
     

Tur museum dengan pemandu.
Dianjurkan bagi para pengunjung yang ingin mengenal Paul Rusch lebih dalam.
Minimal 10 orang
Durasi         : 30-90 menit (tergantung permintaan)
Biaya           : Tiket masuk  JPY 200/peserta
Perlu dipesan terlebih dahulu


No comments:

Post a Comment

Instagram