Antara Shichiken dan Olimpiade Tokyo 2020


Oleh F. Agustimahir
artikel ini telah diunggah di situs Yamanashi-kankou

Olimpiade Tokyo 2020 akan tiba dalam beberapa bulan lagi. Hampir seluruh media dan perusahaan di Jepang rasanya tidak pernah kehabisan topik untuk membahas Olimpiade Tokyo 2020. Semua pihak berlomba-lomba ingin mengikuti momentum yang akan segera muncul tersebut. Termasuk pabrik sake Shichiken.

Saat ini, hampir semua orang sudah pernah mendengar kata 'sake'. Minuman beralkohol khas Jepang hasil fermentasi dari beras. Dulu, saat minuman ini belum banyak dikenal oleh warga barat, di sana lebih dikenal dengan nama 'rice wine' yang terkadang diterjemahkan sebagai 'anggur beras' dalam bahasa Indonesia.


Yamanashi sebetulnya lebih dikenal sebagai penghasil wine nomor satu se-Jepang. Tapi siapa sangka, di dalamnya ada salah satu pembuat sake ternama, yang sudah berumur ratusan tahun. Shichiken yang terletak di kota Hokuto adalah pembuat sake tertua di Yamanashi yang sudah berdiri lebih dari 300 tahun. Saat ini dipimpin oleh generasi ke-13.

Di tengah dinginnya udara Hokuto hari itu, saya diantar oleh salah satu staf ke bangunan pabrik berlantai tiga. Saat pintu kayu dibuka, seketika udara khas sake menyeruak dan langsung mengingatkan saya kepada salah satu makanan tradisional di Indonesia. Tape ketan.

Demi menjaga kebersihan wilayah pabrik, saya pun diminta untuk mengenakan sandal yang khusus untuk digunakan di dalam ruangan.

Kunjungan dimulai dari lantai tiga, dimana beras yang telah dicuci di lantai satu akan ditanak. Nasi tersebut akan dicampur dengan air, ragi, dan koji (nasi yang telah ditumbuhi semacam kapang) untuk dikirim ke tangki fermentasi di lantai dua melalui selang khusus. Untuk beberapa jenis sake tertentu,campuran nasi akan dikirim ke ruangan khusus di lantai tiga dan diberi ragi dan koji secara manual sebelum dicampur dengan air dan dikirim ke tangki fermentasi di lantai dua.


Di lantai dua, ada banyak tangki fermentasi yang telah diberi label sesuai dengan masa fermentasinya. Ruangan ini dijaga suhunya agar tetap dingin. Saat itu suhu sedang dijaga di angka 5 derajat celcius. Tujuannya adalah membiarkan proses fermentasi berjalan secara lambat agar rasa sake yang terbaik bisa muncul. Saat memasuki ruangan ini saya harus menggunakan penutup rambut terlebih dahulu untuk mencegah jatuhnya helaian rambut ke tangki fermentasi.

Jika dilihat lebih seksama, campuran nasi pada tangki fermentasi yang usianya masih sekitar seminggu bentuk nasinya masih terlihat. Namun secara perlahan bentuk nasi itu semakin terurai seiring dengan meningkatnya proses fermentasi hingga akhirnya hanya berbentuk cairan putih seperti susu. Cairan ini nantinya akan disaring dan menjadi sake dengan warna bening.


Di lantai satu, Ryogo Kitahara sang ahli sake, telah menunggu saya untuk menceritakan beberapa hal tentang Shichiken serta upaya-upaya yang telah dilakukannnya dalam menjaga keberlangsungan Shichiken.

Beliau bercerita bahwa selama 13 generasi keluarga ini mengelola Shichiken, sebetulnya baru dirinyalah yang terjun langsung dalam proses pembuatan sake. Biasanya ketika musim membuat sake tiba, ahli sake didatangkan dari daerah lain seperti prefektur Niigata. Tidak lancarnya regenerasi ahli sake di daerahnya menjadi pemicu untuk mulai berlatih menjadi ahli sake.

Untuk itu, Ryogo mengambil kuliah jurusan fermentasi alkohol di Universitas Pertanian Tokyo. Lulus dari sana, Ryogo tidak langsung kembali ke Shichiken, namun ‘berkelana’ dulu ke importir sake di Amerika selama 6 bulan dan di sebuah pabrik sake di prefektur Okayama selama 3 tahun hingga akhirnya cukup percaya diri untuk berkreasi dengan sake buatan pabrik sendiri.


Berbeda dengan anggur yang tinggi kadar airnya, beras memiliki kadar air yang rendah. Dalam pembuatan wine tidak ada air yang ditambahkan, namun dalam pembuatan sake air sangat diperlukan. Banyak negara yang membuat wine karena anggur adalah unsur utamanya. Sake sangat membutuhkan air untuk mengeluarkan rasa terbaiknya.

Shichiken sejak dulu menggunakan air Hakushu yang terjaga sumbernya. Meski belakangan ini ada sake yang dibuat di luar Jepang, bagi Ryogo sake yang dibuat tanpa air dari Jepang hanya bisa disebut sake namun tidak bisa disebut ‘nihonshu’ atau ‘sake Jepang’. Beras dari varietas yang sama bisa saja ditanam di negara lain, namun sulit untuk menemukan air dengan karakteristik yang sama.



Beberapa hasil kreasinya merubah kesan cita rasa sake Shichiken yang semula ‘karakuchi’ atau minim rasa manis menjadi ‘amakuchi’ atau lebih banyak rasa manis. Ada dua proses utama yang harus dilalui dalam pembuatan sake. Pertama, mengubah karbohidrat menjadi gula. Kedua mengubah gula menjadi alkohol. Hal yang menyebabkan kesan cita rasa ‘karakuchi’ tidak tersisa atau minimnya kadar gula yang tersisa setelah proses fermentasi selesai. Sebaliknya kesan cita rasa ‘amakuchi’ disebabkan oleh tersisanya kadar gula setelah proses fermentasi. Dengan mengubah lama serta suhu fermentasi dari yang biasanya, kadar gula bisa tersisa dan memunculkan kesan cita rasa ‘amakuchi’.

Awalnya ada rasa khawatir akan ditinggalkan pelanggan yang selama ini sudah terbiasa dengan sake Shichiken yang kuat dengan kesan rasa ‘karakuchi’, dan memang pada kenyataannya ada beberapa pelanggan yang mengungkapkan rasa kecewa atas perubahan cita rasa tersebut. Namun dibalik itu ternyata dengan berubahnya cita rasa sake, Shichiken berhasil mendapatkan lebih banyak penggemar baru.


Industri sake di dalam negeri Jepang tengah berjuang di tengah gempuran berbagai jenis minuman beralkohol lainnya. Saat ini pangsa pasar sake tradisional di dalam jepang mengecil hingga sekitar 6-7%. Di sisi lain, ceruk pasar sake tradisional justru tumbuh di luar negeri, terutama di Asia. Sedangkan pangsa pasar kategori minuman alkohol berkarbonasi sepuluh kali lipat lebih besar, berada di sekitar 60-70%. 

Untuk memasuki pangsa pasar yang lebih besar, sejak 2012 Shichiken mulai mengembangkan ‘sparkling sake’ atau sake berkarbonasi. Sake tersebut mulai dilepas ke pasaran sejak 2015. Ryogo bahkan sering melakukan kunjungan ke parbik wine untuk belajar cara membuat wine berkarbonasi sebagai perbandingan untuk membuat sake berkarbonasi. Secara sederhana, proses awal pembuatannya kurang lebih sama dengan sake lainnya, hanya ditambah beberapa proses tambahan. Seperti penambahan ragi aktif ke dalam botol serta menggunakan botol dengan cekungan dasar yang cukup untuk menahan tekanan gas.


Seiring dengan gegap gempita perhelatan Olimpiade Tokyo 2020, diperkirakan konsumsi minuman alkohol berkarbonasi akan meningkat karena banyaknya persulangan yang akan diadakan. Diharapkan dalam waktu 5 tahun menuju 2020, sake berkarbonasi ini mulai dikenal oleh warga Jepang dan dapat diperkenalkan kepada warga asing saat perhelatan Olimpiade Tokyo 2020 berlangsung.

Melihat berbagai upaya yang telah dilakukan, menarik rasanya untuk menantikan seberapa jauh Shichiken bisa melanglang buana dengan memanfaatkan momentum Olimpiade Tokyo 2020. 





1 comment:

  1. mari gabung bersama kami di Aj0QQ*co
    BONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
    BONUS REFERAL 20% seumur hidup.

    ReplyDelete

Instagram